WORKSHOP PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM PADA PERSALINAN VAGINAL UNTUK BIDAN

WORKSHOP PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM PADA PERSALINAN VAGINAL UNTUK BIDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA

LATAR BELAKANG

Persalinan normal adalah persalinan vaginal yang terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), spontan, janin presentasi belakang kepala, berlangsung tidak lebih dari 18 jam, serta tidak ada komplikasi pada ibu maupun janin. Lebih dari 85% perempuan mengalami trauma perineum saat persalinan, 60-70% diantaranya memerlukan penjahitan perineum (Enkin et al., 2001; Fitzpatrick & O’Herlihy, 2007; Power et al., 2006). Kejadian trauma sfingter ani pada persalinan vaginal mencapai 0,6-20% (Williams et al., 2006). Prevalensi robekan perineum derajat III dan IV (Obstetric Anal Sphincter Injuries/ OASIS) sangat bervariasi. Pada episiotomi mediolateral, prevalensi OASIS adalah 1,7-2,5% (2.9% primipara), sedangkan untuk episiotomi mediana mencapai 12% (19% primipara) (Rizvi & Chaudhury, 2008; Sultan et al., 2007).

Risiko robekan perineum selalu ada pada tiap pertolongan persalinan. Robekan jalan lahir dapat terjadi pada beberapa tempat sekaligus, baik di dinding vagina, serviks uteri, area klitoris, maupun seluruh bagian perineum. Terkait episiotomi dan robekan perineum, panduan pelaksanaan Asuhan Persalinan Normal (APN) sebagai standar pertolongan persalinan vaginal di Indonesia belum memberikan petunjuk yang rinci tentang penatalaksanaan yang lengkap (Kementerian Kesehatan et al., 2013).

Faktor risiko robekan perineum dapat dibedakan menjadi faktor ibu, faktor janin, faktor proses persalinan, serta faktor penolong persalinan. Pada tiap pertolongan persalinan, hendaknya faktor-faktor risiko ini dapat dikenali dengan baik untuk dapat menurunkan risiko terjadinya robekan perineum yang luas.

Penatalaksanaan robekan perineum khususnya tentang cara penjahitan, masih menjadi perdebatan. Pada robekan derajat I atau II, aproksimasi akan lebih baik pada kelompok perineum yang dilakukan penjahitan. Bila tidak dilakukan penjahitan, harus dipertimbangkan pengaruh robekan perineum tersebut pada penyembuhan luka, estetika, fungsi seksual, kekuatan otot dasar panggul dan kejadian inkontinensia maupun prolaps. Pasca penjahitan robekan perineum, latihan otot dasar panggul Kegel dapat dimulai sesegera mungkin setelah ibu tidak nyeri. Evaluasi pasca persalinan dilakukan sesegera mungkin saat pasien kontrol, yaitu pada minggu I dan II setelah masa nifas selesai, bahkan bisa sampai dengan 3 bulan pasca persalinan. Pemeriksaan meliputi keluhan yang terkait dengan jahitan, misalnya rasa nyeri, edema, keadaan benang dan jaringan sekitar, gangguan berkemih dan buang air besar. Adanya aproksimasi jaringan yang tidak baik, atau terjadinya infeksi perineum membutuhkan edukasi khusus untuk mempercepat pemulihan pasca persalinan (Fitzpatrick & O’Herlihy, 2007).

Robekan perineum dalam berbagai derajat memerlukan tata laksana yang tepat agar  fungsi yang terkait dengan jaringan yang robek dapat dikembalikan seoptimal mungkin.  Sebanyak 25% primipara pasca persalinan vaginal mengalami gangguan defekasi, sepertiga kasus diantaranya akibat trauma sfingter ani. Dispareunia, inkontinensi urin atau retensi urin dapat menurunkan kualitas hidup perempuan. Inkontinensi anal dan fistula bahkan seringkali berkaitan dengan isu medikolegal dan pembiayaan yang cukup besar. Banyak perempuan menganggap penyulit yang timbul setelah persalinan merupakan konsekuensi wajar dari perjalanan panjang menjadi seorang ibu. Rasa malu dan ketidaktahuan kemana harus mencari pertolongan juga membuat perempuan cenderung bersikap menerima keadaan. Di sisi lain, masih banyak penolong persalinan belum mampu mengenali dan mengelola berbagai dampak robekan perineum akibat persalinan.

Mengenali faktor risiko serta mengelola robekan perineum akut pada persalinan vaginal merupakan tanggung jawab semua penolong persalinan maupun petugas kesehatan yang lain. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tersebut adalah dengan mengikuti berbagai pelatihan terkait.

 

TUJUAN

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:

  1. Mampu mengenali faktor risiko robekan perineum pada persalinan vaginal
  2. Mampu melakukan tindakan pencegahan robekan perineum
  3. Mampu menilai derajat robekan perineum
  4. Mampu melakukan tata laksana robekan perineum
  5. Mampu melakukan perawatan pasca penjahitan robekan perineum
  6. Mampu melakukan konseling/ edukasi tentang tata laksana dan prognosis pasca penjahitan robekan perineum

 WAKTU DAN TEMPAT

Rangkaian kegiatan “Workshop Penjahitan Robekan Perineum pada Persalinan Vaginal untuk Bidan” dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2019 di ruang kuliah 3-4-5 Gedung Diklat RSUP  Dr. Sardjito Yogyakarta.

PESERTA

Bidan dan Mahasiswa Akademi Kebidanan sebanyak kurang lebih 60 orang.

PEMBICARA

Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi, Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi Konsultan Uroginekologi Rekonstruksi, dan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi konsultan lain, praktisi keahlian yang lain.

BIAYA

Bidan = Rp 800.000,-

Mahasiswa Akademi Kebidanan (DIII/S1) = Rp 600.000,-

Masing-masing peserta mendapatkan sertifikat dan CD materi pelatihan.

Disediakan doorprize menarik.

No Rekening: Mandiri Cabang RS Sardjito Yogyakarta

                        1370013714031 an Nuring Pangastuti/Muhammad Nurhadi Rahman

PENDAFTARAN

CP:

Sdri. Nurina P (081225779828)

Sdri. Nisa        (081327089990)