Preeklampsia

Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di Negara berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di Negara maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.

 

Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%).3 WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju.5 Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% – 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% – 18%.5,6 Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.7 Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik.

 

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.

 

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.  Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin. Kuo melaporkan bahwa pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam.6 Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka positif palsu yang tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown, dengan tingkat positif palsu 67-83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan pembersih, dan urin yang bersifat basa.3 Konsensus Australian Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining dengan angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein banding kreatinin. Pada telaah sistematik yang dilakukan Côte dkk disimpulkan bahwa pemeriksaan rasio protein banding kreatinin dapat memprediksi proteinuria dengan lebih baik.

 

Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:

 

  1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
  2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
  3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
  4. Edema Paru
  5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
  6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

 

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :

 

  1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
  2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
  3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
  4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
  5. Edema Paru
  6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
  7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or

reversed end diastolic velocity (ARDV)

Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia tanpa Gejala Berat

 

  1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan evaluasi maternal dan janin yang lebih ketat

Level evidence II, Rekomendasi C

  1. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklampsia tanpa gejala berat.

Level evidence IIb, Rekomendasi B

  1. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:

• Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien

• Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis

• Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu

Level evidence II, Rekomendasi C

• Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali dalam seminggu)

• Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal direkomendasikan

Level evidence II, Rekomendasi A

 

Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia Berat

 

  1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin stabil.
  2. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal

Level evidence II, Rekomendasi A

  1. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia berat, pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin

Level evidence I , Rekomendasi A

  1. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif

Level evidence IIb , Rekomendasi B

  1. 5. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini pertama eklampsia
  2. 6. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap eklampsia pada pasie preeklampsia berat

Level evidence I, Rekomendasi A

  1. 7. Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya kejang/eklampsia atau kejang berulang
  2. 8. Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya kejang/eklampsia atau kejang berulang

Level evidence Ia, Rekomendasi A

  1. 9. Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium sulfat direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia

Level evidence II, Rekomendasi A

  1. 10. Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak direkomendasikan

Level evidence I, Rekomendasi C

  1. 10. Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan untuk diberikan secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak didapatkan gejala pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat)

Level evidence III, Rekomendasi C

  1. 11. Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg

Level evidence II, Rekomendasi A

  1. 12. Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg
  2. 13. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short acting, hidralazine dan labetalol parenteral

Level evidence I, Rekomendasi A

  1. 14. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa, labetalol

Level evidence I, Rekomendasi B

  1. 15. Kortikosteroid diberikan pada usia kehamilan ≤ 34 minggu untuk menurunkan risiko RDS dan mortalitas janin serta neonatal

Level evidence I a, Rekomendasi A