Menentukan panjang insertor IUD CuT 380A untuk model IUD pascalepas plasenta,
berdasar kedalaman rongga uterus segera setelah plasenta lepas (pascasalin)
Oleh: H. Risanto Siswosudarmo
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Latar Belakang Masalah
Indonesia sekarang (2010) dengan jumah Penduduk sebanyak 230 juta jiwa menempati negara dengan jumlah penduduk terpadat ke 4 setelah Cina (1,339,240,000), India 184,766,000), dan Amerika Serikat (310,000,000). Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin mencapai 15,58% dari total penduduk atau sebesar 37,168 juta jiwa dan pada tahun 2010 diperkiran telah menurun menjadi 31,03 juta jiwa sebuah penurunan yang dinilai lambat. Jumlah penduduk besar dengan kualitas kurang merupakan sebuah beban pembangunan sehingga laju pertumbuhan penduduk harus dikurangi.
Penggunaan IUD (intra-uterine device, atau alat kontrasepsi dalam rahim) sebagai alat kontrasepsi di Indonesai relatif masih sangat rendah yakni 7,2% dari seluruh pemakaian alat kontrasepsi, lebih kecil dibanding pemakaian suntikan (58,4%), pil (24%)2 padahal sebagai alat kontrasepsi IUD memenuhi beberapa syarat seperti murah, efektif, efek samping minimal, praktis, dan mudah pemasangannya asal telah diberikan pelatihan yang memadai untuk para petugasnya. Berdasarkan SDKI 1987, jumlah persalinan di Indonesia mencapai 5,7 juta per tahun, dan 70%nya ditangani di fasilitas kesehatan. Andaikata 10% dari ibu postpartum ini bisa terlayani dengan KB IUD pascasalin maka kontribusi IUD untuk
seluruh pemakaian alat kontrasepsi akan meningkat secara bermakna.
Pemasangan IUD pascasalin mempunyai beberapa keuntungan antara lain mudah pemasangannya, akseptor jelas tidak dalam keadaan hamil, tidak memerlukan waktu tertentu lagi, dan pasien sudah terlindungi segera setelah meninggalkan rumah sakit. Meskipun demikian IUD tidak boleh dipasang tanpa konseling yang cukup dan informed consent dari pihak pasien. Untuk tujuan tersebut sabaiknya konseling tentang pemasangan IUD pasca pelepasan plasenta dan IUD pascasalin pada umumnya telah dilakukan dengan baik sejak ibu hamil dalam asuhan antenatal. Konseling yang dilakukan saat pasien dalam persalinan sering menyebabkan penyesalan karena keputusan diambil dalam suasana yang tidak kondisif. Bagi calon klien yang belum mendapatkan konseling awal sebaiknya konseling dilakukan setelah ibu terbebas dari stres dan kecemasan akibat proses persalinan. Sampai saat ini IUD pascasalin yang paling banyak digunakan masih model CuT 380A, karena terbukti mudah pemasangannya, efektif, aman, murah dan ketersediaannya melimpah. Sayang IUD jenis ini masih dipasang dengan cara yang menyimpang dari prosedur baku teknik pemasangan IUD pada umumnya.
Perumusan Masalah
Teknik pemasangan IUD telah dibakukan yaki mengunakan ”no touch and
withdrawl technique”. Untuk IUD T 380-A, lengan IUD harus dimasukkan dalam insertor di dalam bungkusnya dan sama sekali tidak boleh disentuh dengan tangan meskipun tangan dalam keadaan seril. Selanjutnya IUD dimasukkan kedalam uterus melalui kanalis servikalis juga tidak boleh menyentuh dinding vagina. Selanjutnya IUD ditempatkan di fundus, ditahan dengan pendorongnya, insertor ditarik sedikit sehingga IUD terlepas. IUD didorong sedikit ke atas agar mepet ke fundus dan selanjutnya seluruh selongsong dengan pendorongnya ditarik ke luar dan radiks dipotong secukupnya.
IUD yang dipasang pascalepas plasenta sampai sejauh ini masih menggunakan IUD biasa yang dipasang dengan 2 cara. Cara pertama adalah dijepit dengan menggunakan 2 jari dan dimasukkan ke dalam rongga uterus melalui serviks yang masih terbuka sehingga seluruh tangan bisa masuk. IUD diletakkan tinggi menyentuh fundus uterin. Cara kedua dengan menggunakan klem cincin (ring forceps) di mana IUD dipegang pada pertemuan antara kedua lengan horizontal dengan lengan vertikal dan diinsersikan jauh ke dalam fundus uterin. Kedua cara ini menyalahi prinsip “no touch and withdrawl technique” sehingga berpotensi menaikkan risiko infeksi. Cara demikian ditempuh karena IUD yang tersedia di pasaran memang bukan IUD yang dirancang khusus sebagai IUD pascasalin.
Masalah yang timbul adalah prinsip “no touch and withdrawl technique” ini tidak bisa diterapkan di sini karena insertor kurang panjang untuk uterus pascasalin. Panjang insertor IUD CuT 380A yang tersedia dipasar produksi PT Kimia Farma adalah 20,5 mm sehingga bila dipasang dengan cara “no touch and withdrawl technique” tidak memungkinkan, karena seluruh nsertor masuk kedalam vagina dan tidak ada bagian yang dapat dipegang. Dengan keadaan seperti ini penulis tergerak untuk menciptakan insertor IUD CuT 380A yang lebih panjang daripada yang tersedia di pasaran. Untuk mendapatkan ukuran yang pas, penulis melakukan pengukuran kedalaman uterus dan vagina pascasalin yaki jarak antara tepi dalam fundus uterin sampai introitus vagina.
Tujuan penelitian:
1. Membuat insertor IUD TCu 380A berdasar kedalaman uterus pascalepas
plasenta.
2. Melakukan uji klinis IUD yang dibuat dengan menggunakan prinsip stnadard pemasangan IUD
Manfaat penelitian
Penelitian ini dipakai sebagai dasar untuk menentukan panjang insertor IUD CuT 380A sehingga IUD tersebut bisa dipasang secara “ no touch and withdrawl technique”
Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran Penulis, Penulis belum mendapatkan laporan atau penulisan serupa, dan sampai saat ini belum ada IUD yang didesain khusus untuk dipasang segera setelah plasenta lahir atau yang dikenal dengan istilah IUD pascalepas plasenta atau IUD pascasalin.
Pengukuran kedalaman rahim pascalepas plasenta
a. Tempat pengukuran. Pengukuran dilakukan di RS yang merupakan RS Jejaring FK
UGM/RS Sardjito, yakni:
1. RS Sardjito
2. RS Bantul
3. RS Cilacap
4. RS Pati
5. RS Banjarnegara
6. RS Sleman
7. PKM Mergangsan
8. PKM Jetis
9. Muntilan
10. Banyumas
11. Klaten
12. RS Wonosobo
13. Wates
14. RS Wonosari
15. RS Purworejo
b. Kriteria pasien
Kriteria inklusi:
1. Umur kehamilan > 28 minggu
2. Melahirkan di rumah sakit
3. Kelahiran vaginal
4. Kontraksi uterus baik
Kriteria eksklusi
1. Terjadi perdarahan postpartum
2. Terjadi atoni uterin
3. Terjadi robekan perineum derajat 3/4
c. Waktu pengukuran: segera setelah plasenta lahir sampai 10 menit pertama
d. Cara pengukuran
1. Pasien dalam posisi litotomi.
2. Dilakukan preparasi vulva dan vagina dengan larutan antiseptika
3. Dipasang kain lobang steril
4. Dipasang spekulum Sim
5. Bibir depan serviks dipegang dengan klem cincin
6. Sonde rahim dimasukkan melalui kanalis servikalis dengan tangan kanan
sementara tangan kiri menahan fundus uterin, sampai terasa tahanan di fundus uterin oleh tangan kiri. Bagian sonde yang ada di
7. Sonde ditarik
8. Diukur dengan menggunakan skala yang sudah dibuat sebelumnya, sehingga skala pengukuran seragam
e. Hasil pengukuran
Selama periode 1 bulan (Januari 2011) terkumpul 401 kasus dengan hasil pengukuran sebagai berikut (dalam cm):
Mean 19,71
Standard deviasi 2, 06
Median 19,0
Mode 19,0
Minimum 17
Maksimum 28
Dari hasil tersebut terlihat bahwa mean, median dan mode adalah berimpit, sehingga dapat disimpulkan bahwa jarak fundus-introitus sebagian besar wanita pascasalin adalah 19 cm. Mengingat IUD yang dijual di pasaran berdimensi panjang 20 cm maka kami mengusulkan penambahan panjang keseluruan insertor menjadi 28 cm. Sementara itu untuk panjang pendorongnya adalah 28 cm dikurangi panjang IUD.
Dari pengalaman kami juga kami merasa kesukaran dalam melipat dan memasukkan kedua lengan IUD ke dalam insertor, karena diameter insertor sedikit kurang besar. Melalui poropsal ini penulis menyarankan untuk memperlebar diameter inserto dengan 1 mm dibandingkan diameter insertor yang sekarang ada di pasaran.
Kesimpulan
Dengan melakukan pengukuran kedalaman fundus pasca salin, kami megusulkan kepada BKKBN untuk me redesign IUD T Cu 380 A khusus untuk pemasangan pascasalin dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Panjang insertor menjadi 28 mm
2. Panjang pendorong menyesuaikan
3. Diameter insertor ditambah dengan 1 mm dari diameter lama