TRAUMA DALAM KEHAMILAN
Kausa, Akibat dan Manajemen
Oleh: Risanto Siswosudarmo
Departemen Obstetrika dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran UGM – RS Sarjito
Yogyakarta
Pendahuluan
Sacara umum trauma didefiniskan sebagai benturan, tekanan, atau singgungan yang menimbulkan dampak berupa perlukaan baik luka terbuka, tertutup, maupun luka memar. Tekanan bisa berasal dari benda tumpul maupun benda tajam. Trauma tidak hanya bersifat fisik melainkan bisa berupa tekanan psikologis yang lebih banyak berefek pada kelainan psikologis seperti rasa cemas, gelisah, takut, sulit tidur sampai depresi. Secara khusus trauma dalam kehamilan adalah trauma yang berdampak tidak hanya pada ibu tetapi juga pada janinnya.
Berdasar akibat yang ditimbulkan, trauma bisa diklasifikasi sebagai trauma mayor dan trauma minor. Trauma mayor adalah trauma yang dampaknya mengancam kehidupan, memerlukan perawatan di rumah sakit, menimbulkan cacat fisik yang permanen sampai disabilitas atau menyebabkan kehidupan janin terganggu. Beberapa tanda klinis untuk sebuah trauma mayor antara lain adalah adanya gejala shock maternal seperti penurunan kesadaran, tekanan sistolik <90 mmHg, respirasi <10 atau >30 kali per menit, SpO2 <95%, nadi >120 kali per menit.(1) Trauma minor adalah trauma yang tidak memenuhi kriteria mayor atau trauma yang hanya berdampak ringan seperti luka memar, lecet, nyeri, atau luka tajam yang penanganannya selesai dengan penjahitan dan tidak memerlukan pemondokan. Meskipun demikian trauma minor bisa berdampak serius pada janin dalam kandungan. Pada kesempatan ini kami akan membicarakan trauma fisik pada ibu hamil yang baik yang bersifat mayor maupun minor dan akibatnya pada ibu dan produk konsepsi. Klasifikasi lain berdasar kejadian benturannya maka trauma dapat diklasifikasi sebagai trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi karena benturan atau tekanan benda tumpul sedang trauma tajam adalah trauma yang terjadi karena tekanan benda tajam seperti seperti pisau, panah, senjata api dll.
Insidensi dan jenis trauma dalam kehamilan
Ibu hamil memang rentan terhadap trauma karena perubahan perubahan anatomis dan fisiologis selama kehamilan. Pada kehamilan muda, dengan kenaikkan kadar ßhCG, maka mual dan muntah adalah gejala yang hampir selalu dijumpai. Demikian juga kenaikan volume plasma yang lebih besar dibanding kenaikan korpuskuli darah menyebabkan terjadinya pengenceran darah yang berakibat terjadi penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah juga mengakibatkan keluhan pusing. Pada kehamilan yang lebih tua, dengan makin membesarnya uterus, maka perut lebih menonjol ke depan dan terjadilah hiperlordosis lumbalis.(2) Perubahanperubahan tersebut di atas lebih memudahkan seorang ibu hamil mengalami trauma dalam bentuk jatuh dibanding ibu yang tidak hamil.
Menurut the Committee on Trauma of the American College of Surgeons trauma pada ibu hamil terjadi pada 6% sampai 7% dari seluruh kehamilam, dan merupakan sebab terbesar kematian ibu. Penyebab terbanyak trauma pada ibu hamil adalah kecelakaan lalu lintas (MVCs, motor vehicle crashes sebanyak 42%, disusul dengan jatuh (falls, 34%), serangan (assaults, 18%) dan luka bakar (burns, <1%).(3) Insidensinya meningkat seiring meningkatnya usia kehamilan. Lebih dari separoh trauma terjadi pada trimester ketiga, dengan kecelakaan lalu lintas menduduki 50%, sedang jatuh dan serangan masing-masing 22%, meskipun data ini dianggap underestimates, karena banyak trauma pada ibu hamil yang tidak masuk dalam trauma center.(4) Jenis trauma lain adalah serangan dari partner dekat atau kekerasan dalam rumah tangga (intimate partner violence, IPV 3,3%), bunuh diri (3,3%), pembunuhan dan luka tembak sebesar 4%.(5)