TATA LAKSANA ROBEKAN PERINEUM

Gabung

Persalinan vaginal merupakan bagian penting dari praktek bidan dan dokter obstetri ginekologi baik di masa kini maupun mendatang, karena masih dianggap prosedur paling aman dan ekonomis. Meski telah dilakukan tindakan pertolongan persalinan vaginal  dengan baik, lebih dari 85% perempuan mengalami trauma perineum dan sekitar 60-70% memerlukan reparasi perineum. Sebagian pasien bahkan mengalami robekan perineum derajat III sampai IV. Penelitian yang dilakukan di Eropa menunjukkan hasil 0,5-3% robekan perineum derajat III-IV, sedangkan di Amerika Serikat mencapai sekitar 6-9%. Peneliti lain mempublikasikan hasil penelitian yang menyatakan kejadian trauma sfingter ani pada persalinan vaginal mencapai 0,6-20%. Angka yang bervariasi ini mungkin terjadi akibat penilaian derajat robekan yang tidak tepat, ketidaktahuan penolong persalinan maupun pasien itu sendiri, serta masih adanya anggapan bahwa trauma perineum dan problem yang menyertainya adalah hal yang wajar sebagai konsekuensi persalinan vaginal.

Robekan perineum dalam berbagai derajat memerlukan tata laksana yang tepat agar  fungsi yang terkait dengan jaringan yang robek dapat dikembalikan seoptimal mungkin.  Sebanyak 25% primipara pasca persalinan vaginal mengalami gangguan defekasi, sepertiga kasus diantaranya akibat trauma sfingter ani. Dispareunia, inkontinensi urin atau retensi urin dapat menurunkan kualitas hidup perempuan. Inkontinensi anal dan fistula bahkan seringkali berkaitan dengan isu medikolegal dan pembiayaan yang cukup besar. Banyak perempuan menganggap penyulit yang timbul setelah persalinan merupakan konsekuensi wajar dari perjalanan panjang menjadi seorang ibu. Rasa malu dan ketidaktahuan kemana harus mencari pertolongan juga membuat perempuan cenderung bersikap menerima keadaan. Di sisi lain, masih banyak penolong persalinan belum mampu mengenali dan mengelola berbagai dampak robekan perineum akibat persalinan.