Latar Belakang
Tindakan yang dikategorikan sebagai bentuk kekerasan adalah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat dalam hubungan interpersonal, yang bisa dilakukan oleh teman dekat, seperti pacar, atasan dengan bawahan, pasangan hidupnya atau antar anggota keluarga baik yang terikat dalam suatu perkawinan yang sah maupun di luar perkawinan. Kelompok yang dianggap rentan menjadi korban kekerasan adalah perempuan dan anak, dan kekerasan tersebut dapat terjadi di tempat umum, di tempat kerja, di sekolah, bahkan di
lingkungan keluarga atau yang kita kenal di Indonesia sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Di Indonesia, berdasarkan data SUSENAS tahun 2006 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 2,3 Juta (3,07%) dengan perbandingan kasus antara perdesaan dan perkotaan adalah 3,08% : 3,06%. Sebagian besar korban (77%) tidak melakukan upaya apapun, hanya 17% korban yang memperoleh layanan dari LSM & Pekerja Sosial dan 6% dari tokoh masyarakat. Dalam lima tahun terakhir terjadi peningkatan kasus secara bermakna. Hal ini digambarkan melalui data pada tahun 2004-2008 (Komnas Perempuan) berturut-turut adalah 14.020 kasus, 20.391 kasus, 22.517 kasus, 25.522 kasus, 54.425 kasus dan meningkat 263% menjadi 143.586 pada 2009. Menurut data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap anak yang cukup menonjol di Indonesia
pada tahun 2005 dibandingkan tahun 2006 dengan rincian sebagai berikut: kasus kekerasan fisik dari 223 kasus menjadi 247; kasus kekerasan psikis dari 176 menjadi 450; kasus kekerasan seksual dari 327 menjadi 426 sedangkan kasus penelantaran dari 15 menjadi 131. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, menyebutkan jumlah anak (0-18 tahun) adalah 79.898.000 jiwa, diantaranya tercatat jumlah anak jiwa. Prevalensi kekerasan terhadap anak adalah 3,02% yang berarti setiap 10.000 anak Indonesia terdapat 302 anak pernah mengalami kekerasan.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia mulai mendapatkan perhatian dari Pemerintah Indonesia pada tahun 1999 dengan deklarasi tentang kekerasan nol terhadap perempuan atau dikenal dengan “Zero tolerance policy”. Kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat berdampak secara fisik dan psikologis. Petugas kesehatan sebagai penerima korban kekerasan tersebut hendaknya bisa mengurangi dampak kekerasan tersebut. Sebelum menguraikan peran petugas kesehatan dalam menangani korban kekerasan, diperlukan penyamaan pengertian tentang beberapa terminologi yang sering digunakan dalam kasus kekerasan pada anak dan perempuan.
Tujuan
- Peserta mampu memahami peran petugas kesehatan dalam Skrining dan Identifikasi Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
- Peserta mampu memahami Teknik Konseling Bagi Korban Kekerasan Perempuan Dan Anak
- Peserta mempu memahami Prosedur Pemeriksaan Kekerasan Fisik Dan Seksual Serta Pengumpulan Bukti Forensik pada Perempuan dan Anak
Waktu dan Tempat Pelatihan :
Hari, Tanggal : Jumat-Sabtu, 13-14 Maret 2015
Waktu dan tempat : Hari 1, pkl. 08.00 – 14.30 wib
Ruang Pertemuan Utama, Gd. Diklat Lt. 4 RSUP Dr Sardjito
Hari 2, pkl .08.00 – 12.00 wib
Ruang : Ruang Skills Lab, Ghra Wiyata FK UGM
Target Peserta
- Dokter Umum
- Bidan
- Mahasiwa
- Pemerhati masalah kekerasan pada perempuan dan anak
Biaya
Seminar Rp 200.000,-
Seminar dan Workshop Rp. 400.000,-
Fasilitas
- Coffee Break
- Makan Siang
- Sertifikat Terakreditasi IDI/IBI
- Seminar Kit
Jadwal Seminar
Manajemen Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Layanan Primer
Jumat, 13 Maret 2015
Pukul | Kegiatan | Pembicara |
Sesi 1 | ||
08.00 – 08.15 | Overview | Dr. Shinta Prawitasari, SpOG(K) |
08.15 – 08.45 | Peran Petugas Kesehatan Dalam Skrining dan Identifikasi Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak | Dr. Detty S Nurdiati, MPH, PhD, SpOG(K) |
08.45 – 09.15 | Tindak Lanjut Penanganan Kekerasan pada Perempuan dan Anak (Terapi Medis dan Kerjasama Berjejaring) | Dr. Detty S Nurdiati, MPH, PhD, SpOG(K)
|
09.15 – 09.45 | Prosedur Pemeriksaan Medis (Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Penunjang) dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan | Dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., PhD, SpOG(K) |
09.45 – 10.00 | Break | |
Sesi 2 | ||
10.00 – 10.30 | Pembuatan Alat Bukti Medis Kekerasan dan Aspek Legal kekerasan terhadap perempuan dan anak (Surat Keterangan Medis dan Medis dan Visum et | Dr. Lipur Riyantiningtyas, BS.SpF |
10.30 – 11.00 | Konseling bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak | Dr. Budi Pratiti, SpKJ |
11.00 – 11.30 | Prosedur Pemeriksaan Medis (Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Penunjang) Kekerasan pada Anak | Dr. Meineni Sitaresmi, SpA(K) |
11.30 – 12.30 | Ishoma | |
Sesi 3 | ||
12.30 – 13.00 | Pengalaman Layanan Konseling sinergitas pada Konseli di DIY | Ikatan Perempuan Positif Indonesia |
13.00 – 13.30 | Konseling dan Pendampingan Anak Survivor Kekerasan Seksual | Bagus Wicaksono
Gugah Nurani Indonesia |
13.30 – 14.00 | Sistem dan Layanan bagi survivor kekerasan seksual di Indonesia | Komnas Perempuan |
14.00 – 14.30 | Kekerasan pada Difabel | Organisasi Difabel |
14.30 – | Penutupan |
Jadwal Workshop
Manajemen Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Layanan Primer
Sabtu, 14 Maret 2015
Waktu | Kegiatan | Fasilitator |
08.00 08.15 | Pembukaan | Dr. Shinta Prawitasari, SpOG(K) |
08.15 – 08.45 | Video session I | Dr. Edi Patmini Setya, SpOG |
08.45 – 09.15 | Video session II | Dr. Shinta Prawitasari, SpOG(K) |
09.15 – 12.00 | Praktek Pemeriksaan dan Konseling | Dr. Shinta Prawitasari, SpOG(K)
Dr. Edi Patmini Setya, SpOG Gama Triono – PKBI |