Wamenkumham Dorong Keterlibatan Psikolog di Lapas

Denny-Web-300x225

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.


Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. mendorong keterlibatan psikolog pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia. Hal ini setidaknya berdasarkan pengalaman yang terjadi pasca kasus penyerangan yang terjadi di Lapas Kelas ll Sleman beberapa waktu lalu. Kemenkumham, kata Denny, selalu terbuka untuk menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi dan psikolog yang akan membantu memberikan konseling di Lapas tersebut.

“Baik petugas maupun warga binaan Lapas butuh psikolog dalam banyak kasus,”tegas Denny pada Workshop Membangun Sistem Layanan Kesehatan Mental di Lembaga Pemasyarakatan Indonesia di Fakultas Psikologi UGM, Rabu (1/5).

Selain psikolog, Denny mengakui masih banyak persoalan yang terjadi pada Lapas di Indonesia.

Persoalan itu antara lain over kapasitas penghuni Lapas. Ia memberikan data penghuni Lapas di Indonesia per 30 April 2013 sebanyak 157.684 orang. Dari jumlah tersebut 50.751 orang merupakan tahanan dan 106.933 merupakan narapidana. Sementara kapasitas hunian Lapas hanya mencapai 104.684 orang dengan 30.181 petugas Lapas. “Jadi secara nasional kita itu masih ada over kapasitas sekitar 150,37%,”imbuh Denny.

Menurut Denny selain keterlibatan psikolog dari perguruan tinggi, terbuka pula peluang keterlibatan mahasiswa Fakultas Psikologi pada saat KKN. Selama ini selain dari Fakultas Psikologi telah ada pula kerjasama lain yang dijalin seperti dari Kementerian Tenaga Kerja serta Kementerian Agama dengan Lapas.

Senada dengan itu Direktur Center for Public Mental Health (CPMH) UGM, Prof. Dr. M. Noor Rochman Hadjam, S.U sepakat adanya tenaga psikolog pada Lapas di Indonesia. Hal ini juga telah diterapkan pada puskesmas di Sleman maupun Kota Yogyakarta yang telah menyediakan layanan psikolog.

“Nanti kita mulai dari Lapas Kelas ll Sleman (Cebongan) seperti dengan adanya pojok konseling. Sebelumnya khan kita juga sudah lakukan konseling khususnya pasca kasus penyerangan beberapa waktu lalu,”tutur Noor Rochman.

Keberadaan psikolog menurut Noor Rochman diperlukan pada saat sebelum, selama dan sesudah warga binaan berada di Lapas.

Di sisi lain berdasarkan rapid assessment dan pendampingan psikologis yang dilakukan tim CPMH Fakultas Psikologi UGM terhadap 31 orang tahanan di Lapas Kelas ll Sleman diketahui bahwa pasca penyerangan tersebut, sebagian besar tahanan mengalami trauma. Upaya membangun mental yang sehat di lingkungan Lapas merupakan prioritas mengingat sampai saat ini belum terbangun sistem layanan kesehatan mental yang terintegrasi dengan Lapas (Humas UGM/Satria AN)